Ketika masa-masa pacaran, si kekasih akan selalu berdandan cantik di
hadapan pacarnya, berkata lemah lembut, bersenyum manis dan belang
jeleknya ditutup-tutupi. Yang pacaran akan merasa tidak pede jika nampak
sesuatu yang jelek dari dirinya. Kalau dikatakan pacaran sebagai jalan
untuk mengenal pasangan sebelum nikah, kenyataanya penjajakan tersebut
jauh berbeda dengan saat telah menikah. Saat telah menikah, satu sama
lain tidak mesti berpenampilan cantik atau ganteng saat di rumah. Tidak
mesti pula terus-terusan bertemu dalam keadaan harum atau wangi. Bahkan
dalam pernikahan ada pasangan yang berkata kasar yang hal ini tidak
dijumpai saat pacaran dahulu.
Padahal Islam sudah memberi jalan bahwa mengenali pasangan bisa dari
empat hal: (1) kecantikan, (2) martabat (keturunan), (3) kekayaan atau
(4) baik atau tidak agamanya. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا ، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
“Perempuan itu dinikahi karena empat faktor yaitu agama, martabat,
harta dan kecantikannya. Pilihlah perempuan yang baik agamanya. Jika
tidak, niscaya engkau akan menjadi orang yang merugi”. (HR. Bukhari
no. 5090 dan Muslim no. 1446). Mengenal calon pasangan sudah cukup
lewat empat hal tersebut. Keempat hal tadi bisa diketahui dari keluarga
dekat atau dari teman dekat si pasangan. Jadi, tidak mesti lewat lisan
si pasangan secara langsung.
Jika sudah ada cara yang Islam gariskan, masihkah mencari cara lain
untuk mengenal pasangan? Lantas apa mesti mengenal calon pasangan lewat
pacaran?
Ketahuilah bahwa nikah adalah tanda ingin serius, sedangkan pacaran
hanya ingin terus dipermainkan. Jangan heran jika ada yang sudah pacaran
bertahun-tahun, namun pernikahan mereka tidak sampai setahun jadi
bubar.
Coba lihat saja para sahabat Rasul -shallallahu ‘alaihi wa sallam-,
tidak pernah menempuh jalan pacaran ketika mencari pasangan. Sekali
ta’aruf, merasa cocok, sudah langsung menuju pelaminan. Tidak seperti
para pemuda saat ini yang menjalani pacaran hingga 10 tahun untuk bisa
saling mengenal lebih dalam. Padahal para sahabat adalah sebaik-baik
generasi sepeninggal Rasul -shallallahu ‘alaihi wa sallam- yang
mesti dicontoh. Lihat saja apa yang terjadi ketika Fathimah dinikahi
‘Ali bin Abi Tholib atau Ruqoyyah yang dinikahi sahabat mulia ‘Utsman
bin ‘Affan, mereka tidak melewati proses penjajakan pacaran. Imam Ahmad
berkata dalam Ushulus Sunnah, “Hendaklah kita berpegang teguh dengan ajaran para sahabat -radhiyallahu ‘anhum- serta mengikuti ajaran mereka.”
Lihat pula si mbah kita dahulu. Mereka juga tidak mengenali calon
pasangan mereka dengan pacaran. Akan tetapi, keluarga mereka tetap
langgeng dan punya banyak keturunan.
So … Apa gunanya pacaran? Jika Anda ingin dikelabui terus-terusan,
maka monggo itu pilihan Anda dan akhirnya Anda yang tanggung sendiri
akibatnya.
Semoga Allah beri taufik dan hidayah.
0 komentar:
Posting Komentar